Satukan Semua Perbedaan Menjadi Kekuatan Tanpa Batas Untuk Manusia yang Rahmatan Lil'alamin

Senin, 23 Maret 2015

Memahami Kun Fayakun

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Q.S Ali Imran 3 : 190 – 101)

Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah menyuruh manusia untuk berfikir, maka pengejawantahannya adalah mencari logika bagaimana segala sesuatu atau suatu fenomena itu terjadi, sebagaimana hukum alamnya : ada akibat pasti ada sebab. Karena segala sesuatu pasti ada ilmu dan penjelasannya. Kun Fayakuun tidak bisa difahami kaku dengan suatu kejadian tiba-tiba. Kun Fayakuun merupakan rangkaian kejadian rasional melalui proses alamiah, ilmiah, bisa dipertanggung-jawabkan eksistensinya (reasonable). Allah tidak menciptakan sesuatu HANYA dengan mengatakan Kun Fayakuun.

Allah tidak akan pernah mungkin mengingkari sunahNya sendiri. Alam semesta yang terhampar yang begitu luas dengan miliaran galaksi dan miliaran tata surya. Bahkan bumi yang merupakan setitik debu dari hamparan kosmik ciptaann-Nya ini terlalu rumit kalau tercipta HANYA dengan kalimat kun fayakuun.

Jika kita benar-benar berfikir dan meneliti dari Al-Qur’an, ternyata kalimat Kun Fayakuun tidak difahami sempit seperti japa mantra. Misalnya kejadian langit-bumi dan seluruh isinya dan juga kejadian manusia mulai Nabi Adam yang “dilahirkan” tanpa bapak ibu, Nabi Isa yang “dilahirkan” tanpa bapak, hingga manusia yang lahir secara alamiah melalui pembuahan sperma dan ovum di dalam rahim seorang perempuan. Demikian pula kejadian alam lainnya seperti kejadian langit-bumi, gunung, lautan, awan, hujan, pembentukan benua, evolusi hewan dan tetumbuhan dan lain-lain yang menakjubkan kejadiannya. Kesemuanya itu terwujud melalui serangkaian proses dari Kun fayakuun.

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka, apakah kamu tidak mengambil pelajaran?“. 
(Q.S Yunus 10 : 3).

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” 
(Q.S. Al-Hijr 15:28)

“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah dia.“ 
(Q.S. Ali ‘Imran 3 : 59)

Sekelumit ayat diatas bisa dipahami bahwa semua ciptaan Allah terdapat PROSES yang logis. Kun Fayakuun tidak difahami seperti tukang sulap yang mengucap ‘mantra’ mistis yang berbunyi : Simsalabim Abrakadabra maka apapun yang dikhayalkan dan diinginkannya langsung terjadi. Kun Fayakuun bukanlah mantra Simsalabim Abrakadabra dari tukang sulap yang mengandalkan gerakan tangan menipu mata penontonnya. Semua fenomena Kun Fayakuun bukan tipuan mata, tetapi fakta.

Tukang sulap tak pernah mengajak penontonnya memahami fenomena “ajaib” dalam adegan sulapnya. Bahkan tak ada pelajaran yang bisa dipetik dari mekanisme tipuan itu. Kalau sekiranya Allah Yang Maha Kuasa mencipta hanya dengan mengatakan “mantra sakti” ini, lalu pelajaran dan hikmah apa yang bisa dipetik dari proses penciptaan jagat raya beserta isinya yang maha dahsyat ini ? Jawabannya adalah “TIDAK ADA”.

Allah menciptakan langit dan bumi supaya manusia berfikir bahwa pada semua ciptaannya itu terdapat tanda-tanda (ayat) yang bisa kita ambil pelajaran dan hikmah. Sehingga intelegensi dan spiritualias kita sampai pada keimanan yang paripurna dengan berikrar : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Namun sebagian besar dari kita hanya bisa meyakini secara buta ketika logika/ilmu kita tidak atau belum mampu memahami bagaimana suatu fenomena terjadi. Ungkapan-ungkapan semisal : “Sudahlah nggak usah dipikirin, cukup diimani saja, Allah kan Maha Berkehendak, kalau Allah menghendaki terjadi ya terjadilah . . . “, sering diajarkan dan terpatri dalam mindset kita. Akibatnya akan terbentuk generasi-generasi yang malas untuk berfikir dan selalu mengharapkan terjadinya keajaiban baik melalui mantra ataupun melalui hal-hal mistis lainnya. Karena mengharapkan keajaiban lebih mudah dibandingkan berfikir dan berusaha/berbuat.

Pemahaman seperti ini juga berlaku terhadap mukjizat yang dianugerahkan kepada para Nabi dan Rasul. Mukjizat lebih lazim dipahami secara umum sebagai kejadian/kelebihan di luar akal manusia yang tidak dimiliki oleh siapapun, karena mukjizat adalah suatu KEAJAIBAN khusus hanya dimilki oleh para rasul yang diberikan oleh Allah kepada para rasul-Nya. Padahal jika kita melihat dan memahami secara menyeluruh, fenomena mukjizat juga bisa dijangkau oleh akal dan bisa dijelaskan dalam tatanan dunia sains dan teknologi. Salah satu contohnya adalah bagaimana kita menjelaskan fenomena mukjizat Nabi Muhammad Saw yaitu Isra’ Mi’raj. Bagaimana mungkin Rasullulah melakukan perjalanan dari Mekah ke Palestina, untuk kemudian di-mi’raj-kan ke Sidratul Muntaha pulang pergi dalam satu malam ? Jawabannya adalah sangat tidak mungkin kecuali dengan “KEKUATAN”.

Ahlaq Rasulullah adalah Al-Qur’an, beliau adalah orang yang paling sempurna dalam mengejawantahkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari hari untuk menjadi contoh bagi umatnya. Termasuk diantaranya adalah Q.S Ar-Rahman 55 :33

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan.”

Rasulullah adalah orang yang sangat mampu menjalankan ayat diatas terlebih lagi bahwa beliau adalah Rahmatan lil ‘alamiin. Itu berarti bahwa Rasulullah adalah orang yang mempunyai tingkat penguasaan energi yang sempurna sehingga dengan kekuatannya sangat memungkinkan sekali untuk bisa menembus seluruh penjuru langit dan bumi. Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kekuatan seperti apa yang bisa meng-isra’mi’raj-kan Rasulullah dalam satu malam ? apakah kekuatan yang dimaksud adalah sebuah teknologi ? teknologi teleportasi-kah yang dimaksud ? apa hubungannya teleportasi dengan blackhole atau wormhole ? Apakah maksud dari “jalan-jalan” pada Q.S. Adz-Dzariyat 51 : 7 adalah blackhole atau wormhole ? Atau cukuplah kita mengatakan “cukup imani saja, nggak usah dipikirkan, jika Allah berkehendak terjadi maka terjadilah !”.

Sekali lagi, Allah bukanlah tukang sulap. Dia menjabarkan “rahasia-Nya” dengan meninggalkan berbagai pertanyaan di benak kita. Untuk itu, kita disuruh untuk berusaha menguak dan menemukan “misteri” dari setiap jengkal ciptaan-Nya dengan cara BERFIKIR secara logis dan bukan berfikir secara mistis. Jagat raya dan juga segenap maha karya yang terhampar ini adalah dalil-dalil yang maha sahih sebagai bukti akan eksistensi-Nya.

Sumber : HaInfo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar