Satukan Semua Perbedaan Menjadi Kekuatan Tanpa Batas Untuk Manusia yang Rahmatan Lil'alamin

Senin, 19 Januari 2015

AMYGDALA = QOLBU

Dalam hadis Rasulullah Saw: Dari Nu'man bin Basyir berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda:

ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب

Artinya: " Ketahuilah,sesungguhnya dalam jasad terdapat "segumpal daging", apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah "Qolbu" yaitu hati ". (Hadits Riwayat Bukhori)

Jika kita pahami secara mendalam hadits tersebut, maka "segumpal daging" tersebut sangat berperan dalam kehidupan jiwa manusia, karena "segumpal daging" yang bersih akan melahirkan jiwa yang bersih dan selalu taat serta tunduk terhadap titah dari Sang Ilahi Rabbi. Sebaliknya jiwa yang kotor disebabkan karena jiwa tersebut memiliki "segumpal daging" yang tidak baik dan selalu melanggar aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT


Amigdala berasal dari bahasa latin amygdalae (bahasa Yunani αμυγδαλή, amygdalē, almond, 'amandel') adalah sekelompok saraf yang berbentuk kacang almond. Amigdala dipercayai merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi. Jika kita tidak mampu mengendalikan sekerat daging yang sebesar biji almond ini bisa merusak seluruh tubuh yaitu amigdala.
Saat mata melihat makanan maka akan muncul perasaan ingin memakannya tapi saat kita melihat semut kita diam saja. Nah dari peristiwa itu signal yang ditangkap oleh mata akan tersalurkan ke dua tempat yaitu amigdala dan bagian otak prosedural. Amigdala akan mengeluarkan reaksi emosi terhadap data yang didapatnya.

Apabila amigdala ini telah diisi dengan memory emosional terhadap suatu kejadian atau benda maka dia akan mengeluarkan reaksi tapi jika tidak dia tidak akan mengeluarkan reaksi. Pusat pengolahan data di otak akan mengisi data baru atau membiarkan data tersebut yang akan berpengaruh pada amigdala. Seorang anak kecil berusia 2 tahun telah memiliki amigdala secara sempurna sehingga reaksi emosional anak usia 2 tahun sama dengan orang dewasa.

Kendalikanlah amigdala kita penuh dengan kesadaran dan kewajaran. Emosi adalah gejolak yang ada pada organisme yang disertai oleh respon terhadap suatu rangsang, di dalamnya , mengandung suatu kebutuhan dasar . Jika kebutuhan itu terpenuhi individu merasa gembira, bahagia, dicintai. Akan tetapi jika tidak terpenuhi individu akan merasa marah, takut khawatir, cemburu, cemas dan sedih. Emosi adalah pengalaman bathin yang timbul untuk melengkapi arti pengalaman itu bagi seseorang disertai oleh kegiatan fisik lainnya, sehingga mempengaruhi seluruh pribadinya. Perkembangan emosi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman baik bersifat memupuk atau menghambat.emosi menyertai apa saja yang individu kerjakan, pikiran dan pelajari. Adakalanya emosi melanda seseorang dengan hebat, sehingga membingungkannya sementara individu lainnya tidak menyadari keberadaannya.

Dalam otak manusia, tedapat struktur yang mengelilingi pangkal otak, yang dikenal sebagai sistem limbik. Di dalamnya terdapat yang namanya amigdala, yang sering disebut sebagai bank memori emosi otak, tempat menyimpan semua kenangan baik tentang kejayaan dan kegagalan, harapan dan ketakutan, kejengkelan dan frustrasi. Amigdala menggunakan memori-memori yang tersimpan ini dalam perannya sebagai semacam sentinel, yang bertugas memantau semua informasi berupa segala sesuatu yang kita lihat dan kita dengar dari waktu ke waktu, dan mengukur besar ancaman atau peluang melalui pencocokan apa pun yang terjadi sekarang dengan arsip-arsip pengalaman masa lampau yang terhimpun dalam otak.

Emosi sangat penting bagi rasionalitas. Dalam liku-liku perasaan dengan pikiran, kemampuan emosional membimbing keputusan individu dari saat ke saat saling membahu dengan pikiran rasional mendayagunakan, atau tidak mendayagunakan pikiran itu sendiri (Goleman, 1995). Stress bisa menjadi sesuatu yang positif karena membuat individu selalu berjaga-jaga menghindari bahaya. Reaksi tubuh terhadap stressor, bahaya atau tantangan dimulai dengan reaksi awal di hipotalamus yang memulai reaksi rantai melalui serabut saraf dan reaksi biokimiawi, selanjutnya melalui syaraf otonom simpatik menimbulkan pelbagai perubahan di seluruh tubuh. Individu menjadi waspada penuh, dan tersedia energi untuk menghadapi tantangan, baik untuk menghadapi ancaman bahaya laut, berlomba, atau hanya sekedar mengejar jadual waktu.

Ketika stres terjadi, amigdala mengirim pesan pada kelenjar endokrin untuk mengeluarkan sejumlah bahan kimia yang dimulai dengan pelepasan CRF (corticotrophin-releasing factor) dan diakhiri dengan membanjirnya hormon-hormon stres terutama kartisol. Ketika hormon-hormon tersebut diproduksi, tubuh bereaksi secara spontan, kabur atau melawan. Bahan kimia tersebut tinggal di dalam tubuh berjam-jam lamanya, padahal setiap kali kejadian yang mengesalkan berikutnya hormon-hormon tersebut terus diproduksi, sehingga terjadilah penumpukan hormon stres. Penumpukan itu membuat amigdala menjadi detonator yang sangat peka, yang siap membajak akal sehat menjadi naik pitam atau panik hanya karena provokasi hal-hal yang gampang (Goleman, 1999)

Salah satu dampak dari horman stres terlihat pada aliran darah, ketika denyut jantung meningkat. Darah yang seharusnya mengalir deras justru terhalang masuk ke pusat-pusat kognitif otak. Kartisol mencuri energi dari bagian memori kerja otak dan mengalihkannya ke perasaan. Ketika kadar kartisol sedang meninggi, orang lebih mudah berbuat salah, sulit berkonsentrasi, dan tidak mampu mengingat dengan baik (Wolkowitz dkk dalam Goleman, 1999)


Di otak, peredam ledakan amigdala terletak di ujung lain sirkuit penting nekorteks, yaitu lobus-lobus prefrontral tepat di balik dahi. Korteks prefrontal bekerja saat seseorang merasa takut atau marah, tetapi berfungsi menghambat atau mengendalikan perasaan agar dapat menangani situasi yang dihadapi dengan lebih efektif. Wilayah prefrontral mengatur reaksi emosional sejak awal, ia berperan sebagai neuron-neuron inhibitor (penghambat) yang dapat memveto pesan-pesan impulsif dari pusat-pusat emosi, terutama amigdala, pada saat emosi dan godaan nyaris tak terkendali. Sebagai sumber impuls emosi, amigdala sangat berperan dalam pengalihan perhatian, sedangkan lobus perifrontral adalah tempat dihimpunnya memori kerja, termasuk kemampuan memusatkan perhatian kepada sesuatu yang sedang dipikirkan (Goleman, 1995, 1999).

Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di Centre for Neural Science di New York University, melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menemukan peran penting dari amigdala. Amigdala adalah sekelompok sel berbentuk seperti kacang almond yang bertumpu di batang otak, dan berfungsi memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi. Dengan perkataan lain, amigdala adalah gudang emosi. Rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan sebagainya bergantung pada amigdala ini. Bila amigdala hilang dari tubuh kita, maka kita tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Seperti, aspek perasaan menghilang dari diri kita.

Peran amigdala bisa menjelaskan mengapa emosi bisa mengalahkan rasio. Hal ini terjadi, karena amigdala mampu mengambil alih kendali tindakan, sewaktu otak masih menyusun keputusan. Kemungkinan 'pembajakan' emosi ini lebih besar terjadi pada orang yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Gudang Emosi. Kita semua memiliki amigdala, gudang emosi, yang terberi sejak lahir. Hingga tahap tertentu, tiap individu memiliki rentang kisaran emosinya masing-masing, yang sebagian sudah ditentukan oleh warisan genetik.

Masing-masing individu memiliki semacam suasana hati yang menjadi ciri khas dari kehidupan emosionalnya. Bahkan sejak lahir pun seorang bayi sudah menunjukkan perbedaan, misalnya apakah ia cenderung tenang-tenteram, atau sulit diatur.Tapi, jaringan otak yang terlibat dengan emosi ini bersifat plastis, amat mudah dibentuk-bentuk sesuai dengan rangsangan-rangsangan yang didapat. Apa yang kita alami dan pelajari dalam kehidupan sehari-harilah yang lebih menentukan bagaimana kita akan bertingkah laku, termasuk pola tanggapan emosi.

Semua pengalaman emosi di masa kanak-kanak dan remaja membentuk sirkuit penentu kecerdasan emosi kita. Tanggapan, belaian, maupun bentakan yang menyakitkan dan sebagainya, semua masuk ke gudang emosi. Seperti otot yang menyusut dan mengembang bergantung pada latihan yang diterima, demikian juga dengan sirkuit emosi kita. Dengan kata lain, temperamen bisa dijinakkan dengan pengalaman-pengalaman yang tepat. Orang tua setahap demi setahap dapat merekayasa pengalaman-pengalaman yang membesarkan hari anak, dan memungkinkan koreksi atas temperamen anak.


Sumber lainnya : Apa Kabar Dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar